Guru Negarawan...
Jumat, 04 Januari 2013
Bangkit lah kawan!!Bangkitkan Indonesia!!!
“Di Timur matahari mulai bercahya, bangun dan berdiri kawan semua. Marilah mengatur barisan kita. Pemuda-pemudi Indonesia”.
Wage Rudolf Supratman
Melihat kondisi realitas bangsa yang saat ini. Serangakai kalimat yang mencoba untuk membangkitkan semangat heroikme dari kalangan pemuda saat zamannya ini rasanya harus kembali digaungkan. Melihat realta keironisan pemuda saat ini.Sudah saatnya rahim Ibu pertiwi melahirkan kembali pemuda yang peduli. Bukan hanya pemuda yang tuli atau seolah autis dizaman yang sadis ini. Setiap bangsa selalu memanfaatkan mimpi alami para pemuda untuk merehap bangsanya. Akan tetapi apakah negeri ini mempunyai pemuda yang mempunyai mimpi jilakalau sulit untuk menemukan pemuda yang pandai merealisasikan mimpi.
Di balik orang ramai membicarakan kebangkitan kembali Indonesia belakangan ini, kita seperti melihat frustasi hari ini yang bercampur begitu saja dengan sekepalan harapan untuk hari nanti. Dalam pusaran labirin keputusasaan itu, kita seperti sedang melihat satu larik saja cahaya yang memberi kita keyakinan bahwa di ujung sana masih ada terang, yang sumbernya ada di tangan para pumuda.
Indonesia kita bayangkan seperti sebuah sosok yang tidak lagi bediri tegak, terhampar oleh berton-ton persoalan. Saat-saat seperti ini seharusnya mahluk yang paling pantas untuk mengangkat beban bangsa ini adalah pemuda. Sudah saatnyalah ’pahlawan’ baru terbentuk dari sosok mahluk ini, dan tentu saja sudah semestinya ia harus dilahirkan dalam proses yang benar bukan sekedar lahir ceasar. Terlalu cepat dan tidak wajar. Atau dilahirkan Preamutur. Yang rentan akan penyakit. Hanya bisa menjadi pahlawan sesaat dan enggan untuk bertahan dalam kondisi yang makin buruk.
Sudah saatnya Kawan!!
Negeri ini menanti !!!
Sang Pewaris tahta kejayaan harus hadir saat ini. Bukan saatnya lagi kita tenggalam dalam kapal kesenangan sesaat. Menikmati sweet room dan mengabaikan penglihatan kita pada ombak diluar. Kapal negeri ini haruslah dinahkodai oleh kita yang memiliki capabilty lebih baik dibandingkan mereka yang menikmati kenikmatan semu mengabaikan ombak yang terus bergejolak menghantam negeri ini.
MEMPERKUAT EKSITENSI NEGARA DALAM TRANSISI DEMOKRASI
Film Laskar Pelangi, sebuah film yang dibuat mengadaptasi sebuah novel dengan judul yang sama beberapa waktu lalu telah mulai diputar dibioskop-bioskop besar diseluruh penjuru negeri. Tidak ingin terlewatkan, Presiden negeri ini pun turut menyaksikan pemutaran perdana film ini. Film yang menggambarkan kondisi realita disalah satu sudut penjuru negeri ini, salah satu kondisi nyata didaerah Bangka Belitung.. Film yang mengutip sisi keIronisan didunia pendidikan,yang juga merupakan suatu bentuk informasi kepada masyarakat Indonesia,bahwasannya di pelosok penjuru negri ini masih terdapat sekolah yang memiliki fasilatas kurang memadai. Walaupun hanya dalam sebuah film, tetapi dalam kenyataannya demikianlah wajah pendidikan negeri ini.
Memprioritaskan Pendidikan
Jikalau meninjau hasil pengamatan dari Dr.E.N.M Gooding bahwa stimulasi dan penyertaan upaya pendidikan pada masyarakat yang sedang membangun ternyata memberikan hasil yang memuaskan didalam mengatasi persoalan-persoalan dan hajat hidup masyarakat baik dibidang perbaikan system politik, ekonomi, dan social budaya. Banyak contoh konkrit yang mendukung pernyataan ini, Negara bagian caribes Amerika serikat, Nova Scotia Canada, daerah Trinidad,. Artinya dapat dikatakan bahwa pendidikan seharusnya menjadi titik awal penyelamatan bangsa ini. (ENM,Gooding, Ph.D). Memang teramat disayangkan pendidikan yang seharusnya menjadi titika awal pembangunan bangsa, kondisinya amat memprihatinkan, dengan sejuta masalah yang mendera.
Berbicara masalah pendidikan, salah satunya adalah anggaran pendidikan Beberapa waktu lalu sebelum Film ini diputar, dalam pidato kenegaraannya presiden mengajukan revisi anggaran APBN untuk alokasi pendidikan pada tahun 2009 sebesar 20% sesuai dengan amanat konstitusi yang selama ini sulit untuk direalisasikan kepada para wakil rakyat. Ini dapat saja diartikan sebagai sebuah niatan yang baik dari pemerintah untuk kemajuan dunia pendidikan.Kemudian hal ini pun diikuti oleh pemerintahan daerah Lampung ini. Beberapa waktu lalu Pemerintah daerah ini dalam tawaran RAPBDnya pun menganggarkan 20% dari keseluruhan RAPBD untuk sektor pendidikan. Dapat dikatakan ini sebagai langkah awal dalam memprioritaskan dunia pendidikan sebagai sektor yang lebih diutamakan dibandingkan sektor-sektor lain
Sudah seharusnyalah pendidikan ditempatkan sebagai prioritas awal kebangkitan negeri ini. Telah banyak dicontohkan oleh negara-negara maju dengan memajukan pendidikan sebagai basis awal kebangkitan negeri mereka, yang menjadikan negeri mereka bangkit dari keterpurukannya. Makoto Aso dan Ikuo Amono Menjelaskan, bahwa awal dari pembaharuan menyeluruh di Jepang adalah karena basis awal kebangkitannya adalah pendidikan,(Makoto Aso dkk, 1975) kemudian hal senada juga dipertegas oleh John Vaizey bahwasannya kemajuan Jerman setelah kekalahan mereka pada perang dunia II awalnya adalah berinvestasi lebih pada dunia pendidikan.(John Vaizey,1971),.Kemajuan signifikan yang dicontohkan Jepang disebabkan karena adanya niatan yang jelas, dengan menjadikan pendidkan dinegerinya sebagai ‘Human Investment’( Investasi untuk pembangunan SDM) sebagai langkah awal perbaikan negerinya, begitu juga dengan Jerman.
Hal yang perlu dipertegas adalah Jepang maupun Jerman telah mempunyai niatan yang jelas dalam membangun negerinya berawal dari dunia pendidikannya. Yang jadi pertanyaan adalah Apakah Indonesia telah mempunyai niatan seperti Jepang ataupun Jerman?, apakah kenaikan anggaran itu akan dapat mendongkrak pencapaian hakikat penyelenggaran pendidikan itu sendiri?, pendidikan akan terealisasi dalam teknis penggunaannya atau hanya menjadi keepakatan para elit saja?, dan jikalau diperkenankan untuk berburuk sangka apakah langkah ini hanya sebagai langkah politik saja tanpa ada realisasi nantinya mengingat tahun 2009 adalah saatnya PEMILU dengan kata lain presiden membodohi masyarakat secara terang-terangan?Atau bahkan kalau terealisasi malah menjadi ladang korupsi baru, yang pada akhirnya bukan menjadikan negeri ini ‘maju’ melainkan ‘mundur’ kembali.
Pemerataan Pendidikan Sebagai Prioritas Utama
Sepertinya telah menjadi rahasia umum bahwasannya di Propinsi Lampung saja untuk dana Bantuan Operasional Sekolah(BOS) telah banyak dipergunakan dengan tidak semestinya, ditambah lagi dengan berbagai kasus penyelewangan dana BOS yang belum terungkap, hal itu terjadi sebelum dana anggaran pendidikan sebesar 20% terealisasikan, Bagaimana nanti jika anggaran pendidikan yang besar itu direalisasikan dalam APBD ataupun APBN, dikhawatirkan makin menjamur saja mafia pendidikan yang sama-sama kita tidak inginkan, Pastinya telah terdapat banyak pertanyaan-pertanyaan skeptis yang meragukan realisasi penggunaan anggaran dana pendidikan ini dalam APBD ataupun APBN akan dpat memajukan dunia pendidikan.
Pada pasal 31 UUD 1945 ditegakan bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan bahkan pemerintah wajib untuk membiayainya. Artinya, Pemerintah sudah seharusnya memprioritaskan pemeraaan pendidikan, peningkatan sarana dan prasarana sekolah dan membiayai warga Negara yang berada pada usia wajib mengeyam pendidikan, dalam penggunaan anggaran dana pendidikan dan sesuai dengan pasal 49 UU sisdiknas seharusnya anggaran pendidikan tidak digunakan untuk keperluan menggaji guru dan dosen.
Secara teknis hal ini merupakan tanggungjawab pemerintah yang merupakan lembaga eksekutif tertinggi dan sudah selayaknya juga, sebagai warga negara yang menginginkan negeri ini maju dan sesuai dengan apa yang dicita-citakan, kita mesinya turut serta mendukung upaya peningkaan mutu pendidikan,. Sudah Seharusnya pulalah, kita sebagai Mahasiwa menjalankan sekaligus membuktikan pada rakyat fungsi kita sebagai control social terus menerus bergerak melakukan pengawalan, menuntut terealisasinya maksud yang baik ini (Anggaran Pendidikan dalam APBN 20%),dan melakukan pengawasan dalam penggunaannya. Sehingga apa yang menjadi kekhawatiran kita, tidak menjadi suatu kenyataan yang menyakitkan bagi bangsa ini. Semoga saja dengan naiknya anggaran pendidikan kelak, maka akan naik pula harkat dan martabat bangsa ini. Semoga…….
PEKERJAAN RUMAH 2013 ELEMEN BANGSA TERHADAP MASALAH KORUPSI
Momentum akhir tahun memang pantas dijadikan ajang untuk merefleksikan diri, untuk siapun, dibidang apapun. Tidak terkecuali pada bidang yang selalu saja masih menjadi masalah Indonesia yaitu bidang hukum. Terutama pada aspek pemberantasan Korupsi. Dalam rentan waktu satu tahun ini tetap tidak ada prestasi yang membanggakan untuk pemberantasan korupsi di Indonesia. Banyak kasus korupsi yang biasa kita lihat di media belum dapat terselesaikan dengan baik walaupun sudah setahun bahkan ada yang lebih dari satu tahun kasus-kasus besar itu muncul, tetapi sampai sekarang belum dapat terselesaikan dengan baik. Contohnya kasus bank Century, yang merupakan Pekerjaan Rumah (PR) dari KPK sejak 2 tahun lalu sampai dengan sekarang masih saja belum dapat diselesaikan.
Selain itu ada juga di awal tahun 2011 mencuat tetapi sampai sekarang masih menjadi PR berat KPK yang belum dapat diselesaikan dengan baik, sebagai contoh kasus korupsi pajak, yang baru menyeret Gayus Tambunan, proyek hambalang, wisma atlet, suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bang Indonesia yang melibatkan nunun nurbaeti dan sebagainya. Hingga ujungnya pada akhir tahun, telah kita lihat indikasi hilangnya nurani sebagian birokrat negeri. Sebanyak 148 PNS terindikasi korupsi milyaran rupiah.
Instropeksi Penuntasan Kasus Korupsi
Kenapa saya nyatakan masih saja PR berat? Karena sampai saat ini penyelesaian kasusnya masih pada coverside semata. Para pelaku teknis (aktor) saja yang dapat diseret kepengadilan tapi isi dalam (Sutradara) dibalik layar kasus-kasus itu belum dapat diseret kepengadilan. Bahkan ada yang secara jelas terbukti malah disamar-samarkan. Contohnya pada kasus Wisma Atlet yang secara terang-terangan telah melibatkan Anggelina Sondakh dan seorang Oknum Polisi. Tetapi yang terblow up dimedia masa kebanyakan bukan berita tentang keterlibatan oknum tersebut pada kasus korupsi, malah hal yang banyak diberitakan adalah kisah skandal keduanya (Angelina Sondakh dan oknum polisi). Inilah yang menjadi kemirisan tersendiri dari sengkarut korupsi negeri ini, seolah korupsi hanya dijadikan bahan sensasi tanpa penuntasan yang abadi.
Hal ini terjadi karena sampai dengan penghujung tahun 2011 pemberantasan korupsi yang dilakukan belum dapat maksimal melibatkan peran penting seluruh elemen masyarakat (baca:bangsa). Pemberantasan korupsi pada tahun ini masih saja menitikberatkan pada elemen kelembagaan (elemen institusional) dan elemen kaedah aturan (elemen instrumental) serta penegakan hukum (law enforcement). Namun meninggalkan seluruh elemen masyarakatan (baca:bangasa) dan pendidikan hukum (law socialization and law education). Padahal menurut Jimly Asshiddiqie, hukum harus dipandang sebagai suatu kesatuan hukum, elemen-elemen diatas merupakan kesatuan yang seharusnya bergerak seimbang dan sinergis
Sebagai contoh jika kita mengevaluasi penuntasan kasus century. Sampai sekarang kasus century masih berkutat pada penguatan bukti-bukti hukum semata. KPK seolah kehilangan taji ketika harus menyesuaikan antara bukti hukum untuk meyakinkan pengadilan bahwa disana ada kasus korupsi (megaskandal Korupsi). Sedangkan DPR, yang merupakan kekuatan politik ansich yang sebagian anggotanya yakin adanya megaskandal korupsi, karena menurut mereka ada bukti temuan yang kuat, tidak dapat menjadikan bukti-bukti temuannya sebagai barometer bukti dipengadilan. Hal inilah yang masih jadi kelemahan untuk terselesaikannya kasus ini dengan benar. Penyelesaian kasus korupsi masih harus memisah-misahkan elemen keseimbangan hukum yang mestinya sinergis. Tidak terjadi penguatan yang sinergis antara lembaga politik dengan lembaga penegak hukumnya.
Hal yang menambah kekecewaan pada penuntasan kasus ini yaitu setelah beberapa waktu lalu ternyata BPK belum dapat memeberikan bukti yang significant untuk menjadi penunjang terselesaikannya kasus ini (Century Gate), karena hasil audit investigatisi BPK atas bank century masih lemah. Walaupun hal ini dikatakan KPK, bukan akhir dari kasus ini, dan KPK akan tetap mencari bukti-bukti penguat lainnya. Namun, jika hal ini tidak dapat mencapai klimaksnya, menurut saya harus ada kepekaan politik hukum para wakil rakyat (baca:anggota DPR) untuk langsung memberikan mosi tidak percaya kepada pemerintah atas penyelesaian kasus ini. Jika satu kasus ini saja tidak beres dari tahun ke tahunnya bisa jadi kasus besar korupsi lainnya akan mengikuti di tahun-tahun mendatang.
Intropeksi Pencegahan Korupsi di Masyarakat
Selain dari itu yang menjadi catatan penting dari pemberantasan korupsi ditahun 2011 adalah unsur pencegahan korupsi yang dilakukan belum berjalan secara maksimal. Hal ini dikarenakan aspek pendidikan hukum (law education) yang menitikberatkan pendidikan antikorupsi belum dapat dilaksanakan secara maksimal. Indikasi belum tercapainya pendidikan hukum untuk membebaskan masyarakat dari bahaya korupsi adalah sampai dengan penghujung tahun ini kita masih dapat melihat banyak masyarakat bertindak apatis terhadap tindakan antikorupsi atau bahkan mendukung korupsi itu sendiri.
Ada stigma masyarakat yang mengatakan “kenapa takut korupsi, pejabat pun tak takut, kenapa kami harus takut?”. Hal ini bisa dilihat dengan adanya beberapa penyimpangan dana yang dilakukan oleh masyarakat biasa, masyarakat yang menjadi pelaku beberapa proyek PNPM misalnya, dimedia masa dicari karena terlibat kasus penggelapan dana. Artinya, masyarakat biasa saja sudah dapat korupsi, inilah yang mengecewakan, dan meyakinkan bahwa pendidikan antikorupsi masih belum berjalan maksimal, belum dapat membentuk budaya antikorupsi.
Resolusi Untuk Pemberantasan Korupsi
Jika kita sudah merefleksikan aspek pemberantasan korupsi, ada baiknya untuk diawal tahun ini kita membuat resolusi baru (baca:harapan), tentang apa yang pantas untuk kita gantungkan (baca: harapkan) pada pemberantasan korupsi di Indonesia 2012.
Ada banyak impian yang belum menjadi realita ditahun yang lalu (2011) yang sampai dengan saat ini belum tercapai. Contohnya, dapat terungkapnya para pelaku utama kasus bank Century dan mafia pajak (kasus korupsi gayus). Selain dari itu harapan dapat terselesaikannya juga kasus-kasus yang melibatkan para petinggi negeri yang belakangan waktu menjadi sensasi. Sebagai contoh, kasus wisma atlet yang melibatkan banyak petinggi partai penguasa negeri (baca;partai demokrat) dan lain sebagainya.
Selain dari itu kita juga mesti yakin dan berani menggantungkan harapan bahwa ‘budaya korupsi’ negeri ini akan hilang ditahun 2012 kelak. Karena ‘budaya korupsi’ hari ini dibangsa kita sudah membentuk ‘bencana social’ yang hampir mengakar, yang membahayakan negeri, kalau buka kita sebagai anak negeri yang yakin korupsi dapat hilang di Indonesia? Keyakinan ini mesti terpatri dalam diri.
Hal yang harus dilakukan agar resolusi ini bukan hanya sekedar mimpi adalah dengan adanya upaya pemerintah secara massive (bukan hanya KPK) untuk mengaungakan kampanye Antikorupsi tapi seluruh elemen birokratis yang terkosentrasi pada penegakan hukumlah yang harus menggaungkan kampanye ini. Kepolisian, kejaksaan, sampai pada kementrian Hukum dan HAM mesti ambil bagian dalam kampanye ini.
Semoga resolusi-resolusi tentang pemberantasan korupsi di Indonesia dapat segera terwujud di Akhir tahun kelak dan menjadi prestasi tersendiri pada pencapaian diakhir 2012 nanti. Semoga ditahun 2012 negeri ini segera bersih dari korupsi. Hingga nantinya kita bisa menyaksikan, betapa indahnya negeri ini (Indonesia) terbebas dari ‘bencana moral’ (korupsi). Hinggaa bemuara pada pembangun fisik dan nonfisik dapat tercapai tanpa korupsi. Indonesia Jaya tanpa korupsi di 2013.
Minggu, 10 Juli 2011
REVITALISASI MANAJERIAL KEPUTUSAN UNIVERSITAS UNTUK MAHASISWA
Pendidikan memiliki peranan staregis dalam menyikapi generasi berkualitas untuk kepentingan masa depan bangsa. Pendidikan dijadikan sebagai institusi utama dalam upaya pembentukan sumber daya manusia (SDM) berkuaitas yang diharapkan suatu bangsa. Hingga pada giliriannya nanti, pendidikan dijadikan taken for granted terkait dengan eksistensi dan kelangsungan hidup (survival) kebudayaan suatu bangsa (Anzizhan, S, 2004).
Di Indonesia sendiri pada masa kini, pendidikan dijadikan sebagai hal yang banyak dibicarakan dimedia – media informasi ; koran, televisi ataupun radio ataupun media informasi lainnya. Ia di eksplore seluas mulai dari hal teknis sampai dengan kebijakan (keputusan). Meskipun sering dijadikan objek kajian, pendidikan sampai dengan saat ini masih menjadi masalah baik di tingkat mikro (teknis pelaksanaan) maupun makro (manajemen pengelolaan). Baik ditingkat nasional sampai dengan tingkatan lokalitas organisasi pendidikan.
Kompleksitas masalah pendidikan baik mikro maupun makro adalah suatu hal yang harus dipecahkan oleh pengelola pendidikan, yang merupakan penanggungjawab utama dalam proses pendidikan. Mereka adalah pimpinan organisasi pendidikan serta seluruh pendukung kinerja system pendidikan (tenaga pendidik), maupun stakeholder yang dianggap mampu untuk mendukung proses pendidikan. Mereka mempunyai kewajiban mengambil suatu keputusan yang sesuai untuk kemudian diimplementasikan dalam system pendidikan. Keputusan ini harus diambil sebagai penentu arah dan mutu organisasi pendidikan. Jika keputusan ini diambil tepat maka bisa dipastikan masalah pendidikan itu pun dapat terselesaikan sesuai dengan harapan tetapi jika keputusan diambil tidak tepat maka hal sebaliknyalah yang akan terjadi.
Manajerial Tak Efektif
Menanggapi topic yang dikemukakan Tabloid Teknokra No. 113 edisi 07-28 Februari, terkait tentang beberapa info yang dikemukakan tentang keadaan kampus kita (Unila) hari ini. Hal ini merupakan sesuatu yang jauh dari keinginan kita semua, sebagai organ civitas akademika unila. Penyebabnya yaitu system manajemen pengelolaan organisasi pendidikan yang ngadat. Dikarenakan system manejerial yang tidak dapat mengimpelmentasikan regulasi dengan tepat Sehingga dapat dikatakan keputusan yang diambil membuat masalah tersendiri yang berimbas pada ketidakpuasan beberapa pihak.
Berawal dari Surat Keputusan (SK) Drop Out (DO) No. 04/ H26/ DT/ 2010 tertanggal 5 Januari 2010 yang membuat sebagian dari kawan-kawan mahasiswa tidak terima keputusan itu. Hal itu menurut saya wajar saja terjadi. Ketika suatu keputusan yang diambil tidak dikomunikasikan dengan tepat dan lancar sampai pada tataran praksis. Mengapa? Karena dalam praktek manajemen organisasi terjadi ketidaktepatan komunikasi.
Yang dimaksud dengan ketidaktepatan komunikasi disini adalah antara regulasi yang mendasari keputusan itu tidak mampu didukung oleh keadaan real dilapangan. Sebagai contoh, Siakad yang masih saja berfungsi ketika ada mahasiswa yang telah dikeluarkan sehingga mahasiswa tersebut masih menaruh harapan pada perbaikan nilai dan lain sebagainya. Lalu, bisa saja kita menyalahkan mahasiswa tersebut kenapa sudah tahu indeks prestasi sudah layak di DO tetapi masih ngotot mau kuliah, jawaban nya adalah manusiawi, “Mereka masih menaruh harapan, yaitu masih bisa mendapatkan pelayanan pendidikan”, apakah hal ini salah? Jika hal ini disebakan tidak adanya petunjuk yang jelas terkait keputusan DO. Yang menjadi pertanyaan kenapa masih dapat menaruh harapan padahal ia sudah tidak layak lagi mendapatkan pelayanan pendidikan? Jawabannya karena kesalahan praktik pelayanan pendidikan, yang seolah-olah memberikan harapan. Hal inilah yang terjadi di Universitas kita, yang sampai sekarang belum dapat diatasi.. Semacam sindrom yang menghantui, selalu saja terjadi pengulangan kesalahan terjadi dalam selang waktu 2 tahun, tahun 2007 disusul 2009 lalu tahun ini pun terjadi kembali.
Keputusan DO Rektor tersebut merupakan keputusan administratif yang diputuskan oleh rektor berdasarkan atas kode etik Unila tentang putus studi akademik melalui tahapan evaluasi indeks prestasi mahasiswa yang dilakukan dalam 3 tahapan, yaitu semester IV, VIII dan XIV. Keputusan ini adalah keputusan yang dibuat berdasarkan pada problem yang diketahui secara baik dan jelas dan berdasarkan informasi yang tersedia. Jika kita menilai keputusan ini, kita pun akan terpikirkan dalam 2 hal keputusan ini baik atau buruk. Namun, sebelum kita berpikir kearah sana ada satu ungkapan yang ingin saya kembalikan dalam tulisan ini, yaitu keberhasilan dalam pengambilan keputusan bukan semata-mata dilihat dari baik atau ketepatan keputusan, melainkan sejauh mana keputusan itu dapat dilaksanakan melalui rencana yang baik sehingga bisa diterapkan dengan baik.
Kalau kita kembali dalam kasus DO ini secara jelas kita pasti sependapat bahwa, keputusan SK DO ini tidak dapat kita katakan keputusan yang baik. SK DO yang seharusnya diberikan pada waktu semester 4 tetapi baru ditetapkan pada semester 8. Berarti keputusan ini dilihat dari sudut pandang manapun semestinya harus diperbaiki.
Ketidak terlibatan Mahasiswa adalah Kelemahan Keputusan
Selain dari kasus DO ini manejemen organisasi pendidikan dalam kampus kita yang mesti menjadi sorotan adalah system regulasi pengambilan keputusan dalam senat universitas yang tidak mengakomodir kepentingan mahasiswa didalamnya. Kenapa saya katakan demikian? Masih mengutip tabloid teknokra dengan nomor edisi yang sama, dan tabloid teknokra sebelum-sebelumnya selalu saja terdapat keluhan- keluhan dari mahasiswa terkait dengan pelayanan mendasar pendidikan. Seperti fasilitas kelas, ruang praktikum, pelayanan administrasi sampai dengan keamanan. Senat baik itu ditingkatan Universitas maupun Fakultas belum dapat mengakomodir keluhan mahasiswa terkait dengan masalah mendasa ini. Senat seolah tidak bersuara ketika membahas tentang permasalahan mendasar ini.
Ketidakmampuan untuk menerapkan statuta Universitas sebagai sebuah tuntutan dalam mencapai tujuan organisasi adalah masalahnya. Hal ini dikarenakan tidak adanya keterlibatan semua pihak untuk bersama-sama dengan kesadaran menjalankannya. Selain dari itu tidak ada kebersamaan dalam mengkontrol kebijakan-kebijakan yang diturunkan atas dasar regulasi tersebut. Mahasiswa hanya dijadikan objek dari regulasi yang ada.
Mahasiswa tidak bisa telibat langsung dari awal untuk memberikan suaranya dan evaluasinya kepada system yang ‘ngadat’. Mahasiswa hanya sebatas korban dari system manejerial yang ‘ngadat’. Dan Saya sepakat dengan Teknokra bahwa kita (mahasiswa) bisa saja Tamat karena system yang ‘Ngadat’. Karena keputusan yang diambil oleh Pengampu keputusan hanya dapat langsung ditelan oleh mahasiswa, sehingga apapun keputusannya mahasiswa selalu saja merasa tidak dilibatkan, yang mengakibatkan komunikasi antar personal dalam system ini pun ngadat.
Melibatkan Mahasiswa Sebagai Organ Penentu Kebijakan
Jika kita kembalikan lagi permasalahan yang terjadi dikampus kita ini, dikarenakan sistem yang tidak dapat mengimplementasikan regulasi yang telah ada artinya yang menjadi selayaknya menjadi keputusan sebagai tindakan perbaikan ada 2 pilihan, yaitu memperbaiki sistem sehingga berkorelasi dengan ketentuan dalam regulasi atau mengganti regulasi agar menyesuaikan dengan sistem. Ini adalah pilihan yang harus diambil oleh pengampu kebijakan tertinggi dalam universitas agar peristiwa semacam ini tidak terjadi kembali (SK DO yang terlambat dll).
Selain dari itu, atas permasalahan-permasalahan mendasar pelayanan pendidikan sudah semestinya menjadi beban bersama seluruh stake holder dari sistem pendidikan di Universitas Lampung. Mahasiswa harus dilibatkan dalam mengambil keputusan-keputusan yang sifatnya strategis. Misalnya saja dengan menjadikan mahasiswa sebagai organ dari senat. Memberikan hak suara mahasiswa dalam setiap pengambilan keputusan Senat. Sehingga mahasiswa tidak lagi dijadikan korban semata atas berbagai permasalahan – permasalahan yang biasa mahasiswa alami (permasalahan fasilitas perkuliahan dan kebijakan lainnya).
Jika kita sepakat bahwa permasalah-permasalahan yang terjadi diUnila adalah permasalahan manejerial lembaga pendidikan. Sehingga proses pendidikan jauh dari harapan, maka semestinya harus ada perbaikan. Atas dasar inilah semestinya mari kita renungkan bersama apakah sistem manejerial dalam tubuh organisasi pendidikan ini seudah baik, jika belum mari renungkan tawaran solusi ini, demi perbaikan sumber daya manusia Indonesia kedepannya, Karena kitalah Indonesia akan Bangkit, maka bangkit Unila ku Untuk Indonesia.
Langganan:
Postingan (Atom)