Minggu, 10 Juli 2011

REVITALISASI MANAJERIAL KEPUTUSAN UNIVERSITAS UNTUK MAHASISWA

Pendidikan memiliki peranan staregis dalam menyikapi generasi berkualitas untuk kepentingan masa depan bangsa. Pendidikan dijadikan sebagai institusi utama dalam upaya pembentukan sumber daya manusia (SDM) berkuaitas yang diharapkan suatu bangsa. Hingga pada giliriannya nanti, pendidikan dijadikan taken for granted terkait dengan eksistensi dan kelangsungan hidup (survival) kebudayaan suatu bangsa (Anzizhan, S, 2004). Di Indonesia sendiri pada masa kini, pendidikan dijadikan sebagai hal yang banyak dibicarakan dimedia – media informasi ; koran, televisi ataupun radio ataupun media informasi lainnya. Ia di eksplore seluas mulai dari hal teknis sampai dengan kebijakan (keputusan). Meskipun sering dijadikan objek kajian, pendidikan sampai dengan saat ini masih menjadi masalah baik di tingkat mikro (teknis pelaksanaan) maupun makro (manajemen pengelolaan). Baik ditingkat nasional sampai dengan tingkatan lokalitas organisasi pendidikan. Kompleksitas masalah pendidikan baik mikro maupun makro adalah suatu hal yang harus dipecahkan oleh pengelola pendidikan, yang merupakan penanggungjawab utama dalam proses pendidikan. Mereka adalah pimpinan organisasi pendidikan serta seluruh pendukung kinerja system pendidikan (tenaga pendidik), maupun stakeholder yang dianggap mampu untuk mendukung proses pendidikan. Mereka mempunyai kewajiban mengambil suatu keputusan yang sesuai untuk kemudian diimplementasikan dalam system pendidikan. Keputusan ini harus diambil sebagai penentu arah dan mutu organisasi pendidikan. Jika keputusan ini diambil tepat maka bisa dipastikan masalah pendidikan itu pun dapat terselesaikan sesuai dengan harapan tetapi jika keputusan diambil tidak tepat maka hal sebaliknyalah yang akan terjadi. Manajerial Tak Efektif Menanggapi topic yang dikemukakan Tabloid Teknokra No. 113 edisi 07-28 Februari, terkait tentang beberapa info yang dikemukakan tentang keadaan kampus kita (Unila) hari ini. Hal ini merupakan sesuatu yang jauh dari keinginan kita semua, sebagai organ civitas akademika unila. Penyebabnya yaitu system manajemen pengelolaan organisasi pendidikan yang ngadat. Dikarenakan system manejerial yang tidak dapat mengimpelmentasikan regulasi dengan tepat Sehingga dapat dikatakan keputusan yang diambil membuat masalah tersendiri yang berimbas pada ketidakpuasan beberapa pihak. Berawal dari Surat Keputusan (SK) Drop Out (DO) No. 04/ H26/ DT/ 2010 tertanggal 5 Januari 2010 yang membuat sebagian dari kawan-kawan mahasiswa tidak terima keputusan itu. Hal itu menurut saya wajar saja terjadi. Ketika suatu keputusan yang diambil tidak dikomunikasikan dengan tepat dan lancar sampai pada tataran praksis. Mengapa? Karena dalam praktek manajemen organisasi terjadi ketidaktepatan komunikasi. Yang dimaksud dengan ketidaktepatan komunikasi disini adalah antara regulasi yang mendasari keputusan itu tidak mampu didukung oleh keadaan real dilapangan. Sebagai contoh, Siakad yang masih saja berfungsi ketika ada mahasiswa yang telah dikeluarkan sehingga mahasiswa tersebut masih menaruh harapan pada perbaikan nilai dan lain sebagainya. Lalu, bisa saja kita menyalahkan mahasiswa tersebut kenapa sudah tahu indeks prestasi sudah layak di DO tetapi masih ngotot mau kuliah, jawaban nya adalah manusiawi, “Mereka masih menaruh harapan, yaitu masih bisa mendapatkan pelayanan pendidikan”, apakah hal ini salah? Jika hal ini disebakan tidak adanya petunjuk yang jelas terkait keputusan DO. Yang menjadi pertanyaan kenapa masih dapat menaruh harapan padahal ia sudah tidak layak lagi mendapatkan pelayanan pendidikan? Jawabannya karena kesalahan praktik pelayanan pendidikan, yang seolah-olah memberikan harapan. Hal inilah yang terjadi di Universitas kita, yang sampai sekarang belum dapat diatasi.. Semacam sindrom yang menghantui, selalu saja terjadi pengulangan kesalahan terjadi dalam selang waktu 2 tahun, tahun 2007 disusul 2009 lalu tahun ini pun terjadi kembali. Keputusan DO Rektor tersebut merupakan keputusan administratif yang diputuskan oleh rektor berdasarkan atas kode etik Unila tentang putus studi akademik melalui tahapan evaluasi indeks prestasi mahasiswa yang dilakukan dalam 3 tahapan, yaitu semester IV, VIII dan XIV. Keputusan ini adalah keputusan yang dibuat berdasarkan pada problem yang diketahui secara baik dan jelas dan berdasarkan informasi yang tersedia. Jika kita menilai keputusan ini, kita pun akan terpikirkan dalam 2 hal keputusan ini baik atau buruk. Namun, sebelum kita berpikir kearah sana ada satu ungkapan yang ingin saya kembalikan dalam tulisan ini, yaitu keberhasilan dalam pengambilan keputusan bukan semata-mata dilihat dari baik atau ketepatan keputusan, melainkan sejauh mana keputusan itu dapat dilaksanakan melalui rencana yang baik sehingga bisa diterapkan dengan baik. Kalau kita kembali dalam kasus DO ini secara jelas kita pasti sependapat bahwa, keputusan SK DO ini tidak dapat kita katakan keputusan yang baik. SK DO yang seharusnya diberikan pada waktu semester 4 tetapi baru ditetapkan pada semester 8. Berarti keputusan ini dilihat dari sudut pandang manapun semestinya harus diperbaiki. Ketidak terlibatan Mahasiswa adalah Kelemahan Keputusan Selain dari kasus DO ini manejemen organisasi pendidikan dalam kampus kita yang mesti menjadi sorotan adalah system regulasi pengambilan keputusan dalam senat universitas yang tidak mengakomodir kepentingan mahasiswa didalamnya. Kenapa saya katakan demikian? Masih mengutip tabloid teknokra dengan nomor edisi yang sama, dan tabloid teknokra sebelum-sebelumnya selalu saja terdapat keluhan- keluhan dari mahasiswa terkait dengan pelayanan mendasar pendidikan. Seperti fasilitas kelas, ruang praktikum, pelayanan administrasi sampai dengan keamanan. Senat baik itu ditingkatan Universitas maupun Fakultas belum dapat mengakomodir keluhan mahasiswa terkait dengan masalah mendasa ini. Senat seolah tidak bersuara ketika membahas tentang permasalahan mendasar ini. Ketidakmampuan untuk menerapkan statuta Universitas sebagai sebuah tuntutan dalam mencapai tujuan organisasi adalah masalahnya. Hal ini dikarenakan tidak adanya keterlibatan semua pihak untuk bersama-sama dengan kesadaran menjalankannya. Selain dari itu tidak ada kebersamaan dalam mengkontrol kebijakan-kebijakan yang diturunkan atas dasar regulasi tersebut. Mahasiswa hanya dijadikan objek dari regulasi yang ada. Mahasiswa tidak bisa telibat langsung dari awal untuk memberikan suaranya dan evaluasinya kepada system yang ‘ngadat’. Mahasiswa hanya sebatas korban dari system manejerial yang ‘ngadat’. Dan Saya sepakat dengan Teknokra bahwa kita (mahasiswa) bisa saja Tamat karena system yang ‘Ngadat’. Karena keputusan yang diambil oleh Pengampu keputusan hanya dapat langsung ditelan oleh mahasiswa, sehingga apapun keputusannya mahasiswa selalu saja merasa tidak dilibatkan, yang mengakibatkan komunikasi antar personal dalam system ini pun ngadat. Melibatkan Mahasiswa Sebagai Organ Penentu Kebijakan Jika kita kembalikan lagi permasalahan yang terjadi dikampus kita ini, dikarenakan sistem yang tidak dapat mengimplementasikan regulasi yang telah ada artinya yang menjadi selayaknya menjadi keputusan sebagai tindakan perbaikan ada 2 pilihan, yaitu memperbaiki sistem sehingga berkorelasi dengan ketentuan dalam regulasi atau mengganti regulasi agar menyesuaikan dengan sistem. Ini adalah pilihan yang harus diambil oleh pengampu kebijakan tertinggi dalam universitas agar peristiwa semacam ini tidak terjadi kembali (SK DO yang terlambat dll). Selain dari itu, atas permasalahan-permasalahan mendasar pelayanan pendidikan sudah semestinya menjadi beban bersama seluruh stake holder dari sistem pendidikan di Universitas Lampung. Mahasiswa harus dilibatkan dalam mengambil keputusan-keputusan yang sifatnya strategis. Misalnya saja dengan menjadikan mahasiswa sebagai organ dari senat. Memberikan hak suara mahasiswa dalam setiap pengambilan keputusan Senat. Sehingga mahasiswa tidak lagi dijadikan korban semata atas berbagai permasalahan – permasalahan yang biasa mahasiswa alami (permasalahan fasilitas perkuliahan dan kebijakan lainnya). Jika kita sepakat bahwa permasalah-permasalahan yang terjadi diUnila adalah permasalahan manejerial lembaga pendidikan. Sehingga proses pendidikan jauh dari harapan, maka semestinya harus ada perbaikan. Atas dasar inilah semestinya mari kita renungkan bersama apakah sistem manejerial dalam tubuh organisasi pendidikan ini seudah baik, jika belum mari renungkan tawaran solusi ini, demi perbaikan sumber daya manusia Indonesia kedepannya, Karena kitalah Indonesia akan Bangkit, maka bangkit Unila ku Untuk Indonesia.

Translate